Lomba Catur Solo

Lomba Catur Solo

Dolanan yang tidak hanya sebagai mainan ini sekaligus mengajak kepada anak-anak untuk olah pikir. Artinya, tidak hanya sekedar bermain, tetapi harus mengasah otak agar dapat memainkan permainan dengan brilian. Dalam permainan ini lebih banyak menguras pikiran bagi para pemainnya, dengan cara membuat strategi jitu sehingga dapat menjadi pemenang. Biar pun termasuk permainan tradisional, permainan ini bisa digolongkan ke permainan pertandingan, bukan perlombaan. Setiap pemain yang bermain ini saling berhadapan dan harus ada yang kalah atau menang.

Walaupun mainan ini sekarang sudah jarang dimainkan oleh anak-anak, tetapi di sekitar tahun 1980-an beberapa daerah di Yogyakarta, seperti di daerah Imogiri, Bantul, mainan ini masih sering dimainkan oleh anak-anak masyarakat Jawa (Soekirman, 2004). Seiring perkembangan zaman, mainan ini mulai dilupakan oleh anak-anak, dan mereka lebih sering ke permainan baru, seperti halma. Permainan Surakarta serupa dengan permainan catur, dan digolongkan sejenis permainan mul-mulan, dham-dhaman, atau macanan. Bisa jadi, daerah lain juga mengenal permainan ini, baik dengan nama sama atau berbeda.

Di daerah Solo permainan ini biasa dikenal dengan nama Surakarta. Tetapi beberapa daerah di Yogyakarta, mainan ini disebut dengan “bas-basan sepur”. Dilihat dari namanya, kata “bas” diperkirakan dari pemendekan kata tebas. Kata tebas dalam bahasa Jawa berarti “borong”. Kata “ditebas” berarti “diborong” atau “diserang”. Sehingga, kata “bas-basan” di sini, berarti permainan melakukan pekerjaan borong-memborong atau saling menyerang pihak lawan. Sementara kata “sepur” berarti ‘kereta api’. Kata “sepur” dalam bahasa Jawa ini kiranya serapan dari bahasa Belanda “spoor” yang artinya juga ‘kereta api’. Kata tersebut mengalami penyederhanaan ucapan, sehingga bentuk tulisan menjadi kata “sepur”. Memang dalam permainan ini, seorang pemain ketika hendak menyerang atau menebas lawan, harus dilakukan dengan cara berputar dulu pada lingkaran di luar kotak, yang diibaratkan seperti rel sepur. Maka untuk memudahkan penamaan, kemudian anak-anak menyebutkan dengan nama “Bas-Basan Sepur”. Entah mulai kapan penamaan itu mulai akrab di telinga anak-anak masyarakat Jawa. Nama dolanan ini sudah tertulis di Kamus Baoesastra Djawa karya WJS. Poerwadarminta tahun 1939. Disebutkan pada halaman 32, bas-basan termasuk salah satu jenis dolanan anak. Dengan bukti ini, dapat dipastian permainan ini sudah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak sebelum tahun 1939.


Permainan Surakarta di Solo dan bas-basan sepur di Yogyakarta memiliki perbedaan, diantaranya Surakarta memiliki 6 garis vertikal dan 6 garis horizontal. Sedangkan di daerah Yogyakarta terdapat 7 garis vertikal dan 7 garis horizontal. Tetapi, masing-masing permainan menggunakan titik dari 4 garis terluar yang dihubungkan oleh garis melingkar. Selain itu, bidak seperti kecik atau kerikil yang digunakan pada permainan Surakarta hanya 12 buah untuk 1 pemain. Sedangkan pada permainan bas-basan sepur di Yogyakarta menggunakan 14 buah kecik atau kerikil yang dimainkan. Tetapi untuk cara memainkannya relatif sama. Tujuan dari permainan ini adalah untuk menangkap semua bidak lawan.



Tujuan
Tujuan dari permainan ini adalah untuk menangkap semua bidak lawan.

Cara Bermain Catur Solo

1. Bergerak
 Setiap pemain membuat satu gerakan secara bergantian.
 Setiap bidak bisa bergerak ke segala arah (vertikal, atau diagonal horizontal) antara dua titik yang berdekatan, titik yang dituju harus kosong. Jadi, bidak dapat bergerak seperti raja dalam catur.

2. Menangkap
Untuk menangkap bidak lawan adalah dengan melalui garis melingkar yang ada pada luar kotak dengan memindahkan bidak menuju bidak lawan yang dituju.
Selama pertandingan, untuk menangkap bidak lawan harus melalui garis melingkar, tidak dapat melompati bidak lawan maupun bidak milik sendiri.

Sumber: http://www.anakbawangsolo.org

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Lomba Catur Solo"

Posting Komentar